Wednesday, April 8, 2009

Kita sedang pesta bung!!

Beberapa minggu kemarin saya ikut merasakan (well.. sebenarnya hanya menonton dari jauh) riuhnya pawai kampanye parpol2 besar dibeberapa jalan utama Jakarta yang bagi sebagian orang dituding sebagai penyebab tambahan kemacetan.
Pawai itu membawa saya flashback ke jaman dimana orba masih mendominasi, hanya ada 3 parpol yang berkuasa. Ya, saya ingat betapa riuh dan ramainya sepeda motor dengan klakson yang dipencet berkali-kali, berkeliling jalan-jalan sekitar perumahan tempat tinggal. Sebagai anak kecil yang diajak berkeliling pawai, sudah tentu saya senang sekali. Jauh setelah itu, saya tahu kalau semua peserta pawai diberi imbalan untuk meramaikan acara tersebut. Naif memang jika mengharapkan masyarakat mau meluangkan waktu untuk pawai berkeliling kota hanya demi mendukung parpol kesayangan, padahal untuk cari makan sudah susah.
Dan kejadian ini berulang, bulan lalu pawai jadi lebih semarak karena ada iming2 uang ‘cape’ dari parpol yang bersangkutan. Kesedihan pun bertambah ketika melihat banyak peserta yang terlihat tidak tau bahkan ‘ngeh’ dengan apa yang diteriakkan para petinggi ‘yang katanya akan jadi wakil suara kami masyarakat bawah’. Jurkam (baca: juru kampanye) boleh saja berapi-api meneriakkan visi misi, tapi coba lihat bagaimana para peserta menanggapi orasi tersebut, apa ada wajah antusias? Atau paling tidak orang yang mengangguk setuju? sayangnya tidak. Ketika melihat berita, saya secara jujur kaget akan besarnya kertas suara yang berisi ratusan caleg dan bertanya-tanya bagaimana bisa saya memilih salah satu diantara mereka? Lah wong tau tujuan mereka juga nggak (walaupun tujuan itu mungkin hanya akal2an dan rekayasa belaka). Saya tidak menyerah dan diam begitu saja, sejak itu saya konsisten untuk mencari tau siapa mereka (para caleg). Hampir setiap siaran tentang pemilu saya coba ikuti, namun sampai sekarang masih belum menemukan sosok yang saya anggap tepat untuk mewakili memperjuangkan hak saya sebagai seorang perempuan muslim yang bekerja dan dalam waktu periode keterwakilan suara saya (5 tahun sebelum pemilu selanjutnya) saya, mudah2an sudah menjadi seorang ibu. Saya sudah 60% yakin untuk tidak memilih, bukan sok idealis tapi kok ya saya gak mau kontribusi yang memang seujung jari ini menjadi mubazir.
Semalam sepulang kerja, ibu saya bilang kalau saya dapat surat panggilan (wah kaya abis ngelamar kerja) untuk nyontreng. Dia bilang kami sekeluarga termasuk beruntung karena gak semua orang mendapat surat tersebut karena satu dan lain hal (loh kok bisa?). Saya masih kekeuh untuk kabur dan memilih berenang sambil menghitamkan kulit (juga berharap beban dikepala bisa ikut hanyut terbasuh air, hehe) tapi pikiran saya tergelitik karena bapak saya bilang gini “yah dikasih kesempatan kok disia2in, kan yang menyia-nyiakan kesempatan adalah orang merugi”.
mmm...masih sisa beberapa jam lagi sebelum penentuan untuk memilih atau tidak, so think wisely guys!


its about our future..pick a right one, or not at all!!

No comments: