Wednesday, April 15, 2009

jangan takut

To the blacks browns reds and yellows periwinkles teals and fuchsias, if you want to be in advertising, there is one thing to remember.
Don’t be afraid.
of hard work, rejection, racism, responsibility, sexism.
don’t be afraid of being the only one in the room.
don’t be afraid to ask question, find answers. listen. hear. trust.
don’t be afraid to follow. dont be afraid to lead.
don’t be afraid to learn. to grow. to mature. to change.
don’t be afraid to try. to fail. to try again. fail again. tray again and fail again. dont be afraid to ask for help.
don’t be afraid to be smart. clever. witty. funky. hard. street. elegant. beautiful. you.
don’t be afraid to be fired.
don’t be afraid when you hear the word nigger.
don’t be afraid to remind them that right after the black jokes come the jewish jokes the polish jokes and the fat jokes.
don’t be afraid to master the craft. to master the game.
don’t be afraid when they don’t understand your accent, dialect, or slang. your heroes, your sex symbols. your style. your music. your people. your culture. your you.
don’t be afraid to take criticism.
don’t be afraid to be wrong. to be right.
don’t be afraid to speak your mind. stand up for what you believe and pay the consequences.
don’t be afraid to be a team player. don’t be afraid to be the peon. the rookie. the junior. the helper. the pair of hands. the intern. the student.
don’t be afraid to not be the victim. don’t be afraid to not take it personally.don’t be afraid to call a spade a spade.
don’t be afraid to have a personality. an opinion. a point of view. a perspective. an objective. a positive attitude.
don’t be afraid of those who are threatened by your presence. or feel you don’t belong. or those who need you to fail for them to succeed.
don’t be afraid to understand the difference between racism and insecurity. between racism and power. between racism and chauvinism.
don’t be afraid to forgive. to apologize. to be humble.
don’t be afraid to surrender. to win. to lose. to fight.
don’t be afraid of titles, awards. salaries. egos. offices. windows. ponytails. clothes. jewelry. degrees. backgrounds. lifestyles. cars. bench houses.
don’t be afraid to compete.
don’t be afraid of not being popular.
don’t be afraid to work weekends. holidays. birthdays. sick days. personal days.
don’t be afraid to work twice as hard. twice as long. twice as good.
don’t be afraid to get more out of this business than this business ever intended on giving.


Charles Hall
African american copywriter & film director
p.s. and under no circumstances whatsoever are you to be intimidated. because some will try.



Sukaaaaa banget sama tulisan ini, ceritanya tadi lagi iseng-iseng main ke blog salah satu temen 'maya' eh terus seperti biasa saya melongo sekaligus ternganga dengan tulisan dia yang menggambarkan kecintaan dia sama dunianya (udah hampir 3 tahun loh saya kenal dia tapi isi tulisanya tetep sama, iklan).
Ngebaca tulisan ini saya jadi ingat kata2 seseorang teman sebelum saya memutuskan untuk resign, saya saat itu masih tarik-ulur karena takut salah mengambil keputusan, dia bilang gini "ya udah resign aja, secara suasananya juga udah gak nyaman, sekarang atau nanti kan sama aja, takut salah pindah ke tempat yang ternyata jauh lebih buruk? ya udah kalo salah, tinggal resign lagi kan masih muda..hidup tuh jangan takut salah neng!"
Minggu ini saya kembali bimbang, bukan untuk sebuah keputusan besar memang, tapi tetap harus dipertimbangkan dengan masak. Bisa dibilang, bulan ini adalah bulan yang cukup bikin pusing. Saya masih belum mengambil keputusan apa-apa, masih sibuk berdoa memohon petunjuk yang terbaik, amin.
Tapi tulisan diatas cukup bikin saya terpacu untuk maju :)


Take the chance and make life more colorful

Wednesday, April 8, 2009

Kita sedang pesta bung!!

Beberapa minggu kemarin saya ikut merasakan (well.. sebenarnya hanya menonton dari jauh) riuhnya pawai kampanye parpol2 besar dibeberapa jalan utama Jakarta yang bagi sebagian orang dituding sebagai penyebab tambahan kemacetan.
Pawai itu membawa saya flashback ke jaman dimana orba masih mendominasi, hanya ada 3 parpol yang berkuasa. Ya, saya ingat betapa riuh dan ramainya sepeda motor dengan klakson yang dipencet berkali-kali, berkeliling jalan-jalan sekitar perumahan tempat tinggal. Sebagai anak kecil yang diajak berkeliling pawai, sudah tentu saya senang sekali. Jauh setelah itu, saya tahu kalau semua peserta pawai diberi imbalan untuk meramaikan acara tersebut. Naif memang jika mengharapkan masyarakat mau meluangkan waktu untuk pawai berkeliling kota hanya demi mendukung parpol kesayangan, padahal untuk cari makan sudah susah.
Dan kejadian ini berulang, bulan lalu pawai jadi lebih semarak karena ada iming2 uang ‘cape’ dari parpol yang bersangkutan. Kesedihan pun bertambah ketika melihat banyak peserta yang terlihat tidak tau bahkan ‘ngeh’ dengan apa yang diteriakkan para petinggi ‘yang katanya akan jadi wakil suara kami masyarakat bawah’. Jurkam (baca: juru kampanye) boleh saja berapi-api meneriakkan visi misi, tapi coba lihat bagaimana para peserta menanggapi orasi tersebut, apa ada wajah antusias? Atau paling tidak orang yang mengangguk setuju? sayangnya tidak. Ketika melihat berita, saya secara jujur kaget akan besarnya kertas suara yang berisi ratusan caleg dan bertanya-tanya bagaimana bisa saya memilih salah satu diantara mereka? Lah wong tau tujuan mereka juga nggak (walaupun tujuan itu mungkin hanya akal2an dan rekayasa belaka). Saya tidak menyerah dan diam begitu saja, sejak itu saya konsisten untuk mencari tau siapa mereka (para caleg). Hampir setiap siaran tentang pemilu saya coba ikuti, namun sampai sekarang masih belum menemukan sosok yang saya anggap tepat untuk mewakili memperjuangkan hak saya sebagai seorang perempuan muslim yang bekerja dan dalam waktu periode keterwakilan suara saya (5 tahun sebelum pemilu selanjutnya) saya, mudah2an sudah menjadi seorang ibu. Saya sudah 60% yakin untuk tidak memilih, bukan sok idealis tapi kok ya saya gak mau kontribusi yang memang seujung jari ini menjadi mubazir.
Semalam sepulang kerja, ibu saya bilang kalau saya dapat surat panggilan (wah kaya abis ngelamar kerja) untuk nyontreng. Dia bilang kami sekeluarga termasuk beruntung karena gak semua orang mendapat surat tersebut karena satu dan lain hal (loh kok bisa?). Saya masih kekeuh untuk kabur dan memilih berenang sambil menghitamkan kulit (juga berharap beban dikepala bisa ikut hanyut terbasuh air, hehe) tapi pikiran saya tergelitik karena bapak saya bilang gini “yah dikasih kesempatan kok disia2in, kan yang menyia-nyiakan kesempatan adalah orang merugi”.
mmm...masih sisa beberapa jam lagi sebelum penentuan untuk memilih atau tidak, so think wisely guys!


its about our future..pick a right one, or not at all!!